Tips menjadi pribadi yang dicintai dan disenangi

14 Mar 2010
Orang yang dicintai adalah pribadi yang disenangi, dirindui, membuat bahagia ketika bertemu dan membuat senang berada di dekatnya.
Kerinduan dan daya tarik yang ada pada sosok yang dicintai, patut dicermati dan membikin kita bertanya-tanya.
Mengapa orang-orang tertarik pada sosok yang dicintai tersebut?
Mengapa mereka merasa senang bertemu dengannya?

Mengapa mereka bahagia jika mengingatnya?
Bagaimana seseorang dapat dicintai sampai pada tingkatan seperti ini?
Apakah aku bisa menjadi sosok yang dicintai?

Apakah aku bisa menjadi seperti orang yang dikatakan dalam sebuah syair:
Dia memiliki cerita kenangan tentangmu yang melalaikannya
dari minuman dan bekal yang disenanginya
Dia memiliki cahaya yang menyinari karena wajahmu
dan ceritamu yang memikatnya
Jika dia mengeluh keletihan dalam perjalanan
Maka keinginan untuk bertemu memberinya kekuatan
****

Taburkan Cinta, Kamu Menuai Cinta
Ada seseorang menyaksikan sahabatnya dari kejauhan, lalu berkata, “Orang itu mencintaiku.” Mendengar ungkapan ini, orang-orang yang sebangku dengannya bertanya membantah. Mereka berkata, “Jika kamu mencintainya, itu urusanmu. Mau kamu sebarkan kepada orang lain atau tidak. Adapun jika kamu menyebutkan bahwa dia mencintaimu, itu adalah urusannya. Bukan urusanmu. Dan, kamu tidak memiliki bukti cintanya padamu.” Orang itu berkata, “Ia mencintaiku karena aku mencintainya.”
Artinya bahwa bukti pengakuan cinta seorang yang dicintai tidak muncul dari hati orang yang dicintai. Akan tetapi, pertama kali cinta itu tumbuh dan mulai muncul dari hati orang yang mencinta. Ketika hatinya ridha atas cinta dan tetap mencintainya, maka hasilnya adalah orang lain mencintainya.
Setiap kali cinta bersemi dalam hatinya, maka ketika itu lingkaran orang yang dicintai meluas. Untuk memperoleh keadaan seperti ini, ia harus terlebih dahulu mencabut duri kebencian yang terdapat di dalam hatinya.
Dengan usaha yang sungguh-sungguh, maka duri kebencian itu tercabut dari dirinya, dan pada waktu yang sama juga tercabut dari hati sahabatnya. Jika ada orang yang mengeluhkan muka masam orang lain, maka ketahuilah dia telah mencemari sumur yang manis di balik tulang rusuknya, yaitu hatinya.
Karena kebencian terhadap orang lain, lalu apa lagi yang diharapkan setelah duri tertanam?
Benar. Jika anda ingin dicintai orang, maka cintailah ia terlebih dahulu dengan tulus. Ketahuilah bahwa dengan cintamu padanya ia akan mencintaimu.
Sebesar ketulusan cintamu padanya, maka sebesar itu pula ketulusan cintanya padamu.
Jika ini yang menjadi ketentuan dalam hubungan antar sesama manusia, maka orang Mukmin memiliki keadaan yang lain.
Iman telah menyinari hati mereka. Cahayanya menyebar kemana-mana. Tapi boleh jadi mengalami kedengkian dan kerakusan, akan tetapi semua itu akan lebur dalam pantai mereka yang landai. Bahkan mereka menjadikan rintangan sebagai jalan menuju kemajuan dan tangga untuk menggapai derajat keimanan tertinggi.
Seorang shalih berkata, “Aku mencintai tiga jenis orang, yaitu orang yang mencintaiku, orang yang membenciku dan orang yang tidak menaruh perhatian padaku.”
Kemudian menjelaskan semua itu dengan mengatakan,
- Orang yang mencintaiku, dia telah mengajarkanku kelembutan dan cinta.
- Adapun orang yang membenciku, karena dia telah mengajariku kewaspadaan.
- Sedangkan orang yang tidak menaruh perhatian padaku, karena dia telah mengajarkanku untuk mandiri setelah bergantung pada Allah.
Kita harus memberikan cinta terhadap seluruh kaum Muslimin. Ketika benih cinta, kelembutan dan kebaikan tumbuh dalam diri kita, maka kita dapat melenyapkan beban dan kesusahan besar yang bersemayam di dalam hati. Kita tidak perlu mengharap adanya perhatian orang lain. Karena ketika itu kita akan menjadi orang-orang yang benar dan ikhlas. Kita tidak menafikan sisi kebaikan manusia, sehingga dia patut mendapat penilaian yang baik. Akan tetapi kita tidak dapat mengetahuinya dan melihatnya kecuali ketika tumbuh benih cinta dalam diri kita.
Berapa banyak kita memberikan ketenangan, kesenangan dan kebahagiaan kepada diri kita, ketika kita memberikan kelembutan, cinta dan kepercayaan kita kepada orang lain. Pada saat itulah benih cinta, kelembutan dan kebaikan kita akan tumbuh di dalam diri kita. Mari kita mulai dari sekarang, memberikan cinta kepada orang lain. Perhatikanlah! Apakah kita menuai selain cinta?
Hendaklah kita tidak perlu menyembunyikan perasaan kita terhadap orang yang kita cintai. Hal ini sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw. kepada kita. Kita perlu menjelaskan bahwa kita mencintai mereka karena Allah. Hal itu akan menambah perasaan cinta di antara kita.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Nabi Saw. berkata,
“Jika seseorang mencintai saudaranya hendaklah memberitahukan padanya bahwa ia mencintainya.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad shahih dari Anas r.a., “Bahwa seseorang sedang berada di sisi Rasulullah Saw., lalu seseorang lewat di hadapan beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku mencintai orang ini.”
Maka Nabi Saw. berkata, “Apa kamu telah memberitahukan hal itu padanya?”
Orang itu menjawab, “Belum.”
Beliau berkata, “Beritahukan padanya.” Orang itu kemudian mengikutinya dan berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.”
Orang itu berkata, “Aku mencintaimu karena Allah sebagaimana engkau mencintaiku karena Allah.”
Di antara kesalahan yang tersebar saat ini, adalah banyak dari kita menyembunyikan perasaannya terhadap orang yang dicintainya. Sehingga perasaan cintanya tidak diketahui oleh orang yang dicintainya.
Seorang istri berkata kepada suaminya, “Engkau telah berubah, tidak lagi memanggilku dengan kata-kata sayang, seperti yang engkau perdengarkan padaku sebelum kita menikah.”
Si suami menjawab, “Istriku, pernahkah kamu melihat seorang nelayan memberi makan (atau umpan) ikan setelah berhasil memancingnya?”
Ini adalah pemahaman dan kelakuan yang salah, dan termasuk perlakuan yang menyakitkan.
Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Nabi Saw. tentang cinta beliau kepadanya. Nabi menjawab, “Sesungguhnya cintaku kepadamu wahai Aisyah bagaikan simpul tali.”
Nabi Saw. mencurahkan cintanya kepada para sahabat dan umatnya, serta kepada semua umat manusia. Di antara ayat yang diturunkan oleh Allah Swt. berkenaan dengan ini adalah, “Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (Asy-Syu‘ara [26]: 3)
Demikian pula firman Allah Swt., “Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).” (Al-Kahfi [18]: 6)
Saking cintanya kepada umatnya, hingga suatu hari ketika Jibril turun padanya dan mendapatinya sedang menangis, Jibril bertanya, “Apa yang kamu tangisi?”
Rasulullah menjawab, “Umatku wahai Jibril.”
Maka Jibril memberinya kabar gembira dari Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, “Kami meridhaimu terhadap umatmu dan kami tidak menyedihkanmu.” (HR. Muslim)
Cinta Rasululullah Saw. pada umatnya amat besar. Sampai-sampai menempatkannya dalam posisi yang lebih dekat kepada mereka dari diri mereka sendiri. Kasih sayang beliau telah terpatri dalam hati mereka. Anggota badan mereka terbius oleh cintanya dan lidah mereka berucap karena kekuatan cinta beliau. Di antara ucapan mereka kepada Nabi Saw. adalah:
“Jiwaku sebagai tebusan bagimu.”
“Demi bapak-ibuku, engkau lebih utama bagiku wahai Rasulullah.”
Mereka tidak akan tenang sebelum melihat wajah dan bayangan Nabi. Jiwa mereka tidak akan tenteram jika mata mereka belum disejukkan dengan melihat beliau.
Diriwayatkan oleh Imam Al-Baghawi dari Tsauban, mantan budak Rasulullah Saw. Tsauban sangat mencintai Rasulullah Saw. dan tidak bisa bersabar untuk melihat beliau.
Suatu hari, Tsauban didatangi Rasulullah Saw. dan melihat wajahnya pucat. Maka beliau bertanya, “Wahai Tsauban! Apa yang membuatmu pucat?”
Tsauban menjawab, “Wahai Rasulullah! Aku tidak sakit. Akan tetapi, jika aku tidak melihatmu, aku merasa sangat kesepian dan sedih sampai aku berhasil menemuimu. Kemudian aku ingat akhirat dan aku takut tidak bisa lagi melihatmu. Karena kamu akan diangkat bersama dengan para Nabi. Dan, jika aku masuk surga, pasti tempatku di bawah tempatmu. Jika aku tidak masuk surga, niscaya selamanya aku tidak bisa melihatmu.”
Rasa cinta dan loyal para sahabat seperti inilah yang menjadikan mereka mencintai Rasulullah, karena beliau mencintai mereka sebelum mereka mencintainya. Sampai-sampai Abu Sufyan berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang mencintai seseorang seperti cinta sahabat kepada Muhammad.”
Alangkah indahnya perkataan Luqman Al-Hakim berikut, “Tidak ada yang menguatkan cinta kecuali cinta. Setiap kali engkau mencintai seseorang dan memberikannya dengan sepenuh hati, berarti engkau telah menambah darah baru dalam hatinya.”
Sapalah temanmu dengan mengatakan,
Hai kekasihku, sahabat dan temanku
Cintaku bukanlah basa-basi atau terpaksa
Sambutlah aku dengan kata-kata, ‘Saudaraku’, ‘Temanku’
Ingatlah, itu adalah perkataan yang paling nikmat
Jika kamu ingin berjalan sendiri
Jika kamu merasa bosan terhadapku
Silakan! Namun, engkau akan mendengar suaraku
Memanggilmu, ‘Saudaraku’,
Gema cintaku akan mendatangimu di manapun engkau berada
Lalu engkau akan mengerti keindahan dan keagungannya

Ingatlah selalu, saudaraku yang tercinta! Jika kamu ingin orang-orang mencintaimu Maka berikanlah cinta yang tulus kepada mereka

Sumber : WartaWarga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar